Pinsil Rindu
Pagi tadi aq temukan pensil. Biasa, tumpul pula. Aq raut tapi tak kuikat dengan benang karena aq tak hendak buat layanglayang.
Aq tulis pada dinding, di meja, di bangku, di pintu, di jam dinding, pada atap ruang kelas, di bendera republik kita, juga pada bukubuku. Kalimat rindu yang meruap pada seseorang.
Datang teman hendak membersihkan ruang. Meminta ijin mengubah dinding, meja, bangku, pintu, jam dinding, atap ruang kelas, bendera republik kita juga bukubuku menjadi bersih dan rapi kembali.
“Apakah bisa saya bersihkan?,” tanyanya pagi itu dengan penuh semangat.
“Silakan,” jawabku singkat.
“Termasuk tulisantulisan ini?,” tanyanya lagi masih dengan penuh semangat.
"Yap," jawabku masih dengan singkat.
Lima menit kemudian dinding, meja, bangku, pintu, jam dinding, atap ruang kelas, bendera republik kita, bukubuku bahkan poster pemimpin negara kita--yang terbingkai rapi dengan senyum 3S (senyum super sumringah)--telah bersih dari tulisantulisan rindu yang meruap pada seseorang itu.
“Apakah Bapak sudah tak merindu lagi?,” tanya ia kembali.
“Rinduku sudah ada di sini. Biarlah yang nyata hilang karena tugasmu, tapi yang tak nyata tetap berdiam di sini, di hati. Tak ada seorang pun yang bisa mengusirnya pergi karna ia telah terpatri.” Jawabku.
“Ughh!, sok melankolis!,” katanya sambil berlalu.
Aku pun melanjutkan hidup...
3 Comments:
sang pemimpi..
teruslah bermimpi..
akupun takkan berhenti bermimpi,
karena mimpi,adalah bagian dari hidupku..
mimpi,
ah..
biarkanku terus bermimpi...!!
salam,
_bibi cantik_
tapi hati-hati nanti mimpinya buruk
mmmmm...tetep....mmmmmmm
Post a Comment
<< Home